Bagikan Kepada Teman:

Belum Jadi Pelanggan Newsletter?

Bergabung dengan 3000+ anggota untuk belajar cara berkembang pesat di social media, dan membangun bisnis online menguntungkan dengan modal minim — 100% Gratis!

Kami tidak akan pernah mengirimi Anda Spam

3 Level Monetisasi (Agar Tidak Menjadi Kreator Miskin)

Menjadi konten kreator sukses dengan pemasukan tinggi kini telah menjadi adalah impian banyak orang.

Namun jalan menuju kesuksesan itu penuh dengan tantangan. Sebagian besar kreator kesulitan mendapatkan penghasilan yang cukup. Bahkan banyak yang tidak memiliki penghasilan sama sekali.

Banyak orang tertarik menjadi konten kreator karena menjanjikan uang besar yang (secara sekilas) bisa didapat dengan cara menyenangkan.

Beberapa masalah yang biasanya terjadi:

  • Tidak menyadari bahwa menjadi konten kreator sama dengan membangun bisnis. Perlu mempelajari banyak keterampilan, bukan sekedar membuat konten yang menurut kita keren.
  • Perolehan view dan engagement terus menurun padahal followers sudah banyak. Persaingan selalu meningkat sehingga diri kita untuk semakin kreatif dan terus meningkatkan kualitas.
  • Bingung meningkatkan pendapatan walaupun punya banyak followers. Konten kreator harus memiliki strategi monetisasi yang efektif untuk memaksimalkan penghasilan.

Dan hasilnya … ?

Kebingungan dengan monetisasi karena pendapatan sangat minim

Menjadi konten kreator itu memang berisiko dan penuh tantangan. Namun disisi lain, merupakan kesempatan untuk menjadi bos bagi diri kita sendiri.

Tapi penting untuk dicatat …

Mendapatkan penghasilan besar secara konsisten itu membutuhkan strategi dan perencanaan.

Jadi coba kenali dulu 3 level dalam melakukan monetisasi sebagai konten kreator:

Monetisasi Level 1

Level pertama adalah tahap yang dilakukan banyak orang: membangun audiens tanpa strategi monetisasi yang jelas.

Audiens mungkin berhasil terbangun TAPI potensi pendapatannya terbatas.

Metode Monetisasi Umum:

  • Program Monetisasi Platform: Contohnya AdSense yang selalu menjadi sasaran utama YouTuber pemula.
  • Sponsorship: Dibayar untuk mempromosikan brand. Ini bisa cukup besar TAPI jika followers/subscribers sudah cukup besar. Brand biasanya lebih memilih akun atau channel dengan identitas dan target audiens jelas.
  • Affiliate marketing: Mempromosikan produk lain untuk mendapatkan komisi. Yang kerap kali menjadi kesalahan pemula, hanya fokus jualan ketimbang memberikan value kepada audiens.

Umumnya konten kreator yang berada di level ini berfokus pada peningkatan followers/subscribers dengan mengikuti tren.

Teorinya, kalau berhasil viral maka pemasukan bakal meningkat pesat.

Influencer besar dan tajir melintir

Influencer besar dan artis terlihat sering kebanjiran endorse. Ditambah lagi gaya hidup yang ditampilkan terlihat mewah. Pantas saja banyak orang tergiur dengan jalan ini.

Jika dilihat secara seksama …

Mereka terkenal, memiliki total followers sangat besar yang tersebar di banyak platform, dan rata-rata berada di industri hiburan.

Tentu ini adalah salah satu jalan yang bisa ditempuh.

TAPI …

Jalan ini butuh waktu lama untuk bisa memiliki penghasilan layak secara konsisten. Apalagi dengan tingkat persaingan yang seperti sekarang.

Sebelum berhasil mencapai status mega influencer:

  • Jumlah penghasilan fluktuatif karena belum tentu tiap bulan dapat banyak view atau dapat sponsor.
  • CPM dari ads itu ada musimnya naik, ada musimnya turun. Yang bikin nge-drop banget adalah saat akun lagi sepi dan CPM juga sedang turun.
  • Jualan produk affiliate cukup membantu kalau laku. Tapi kalau bisa jualan, kenapa ngga sekalian aja jualan produk sendiri?

Salah satu cara mengakalinya …

Buat banyak akun medsos atau channel YouTube dengan berbagai niche agar memiliki banyak sumber penghasilan.

Yang dibutuhkan:

  1. Kemampuan dalam mengelola dan mengorganisasi banyak tugas karena kerjaannya sudah pasti banyak.
  2. Kemampuan dalam menyeimbangkan kualitas dengan kuantitas konten agar audiens baru mau menjadi audiens loyal.
  3. Kemampuan dalam memimpin karena mengelola banyak akun itu akan sangat sulit jika dilakukan sendirian.

Hanya fokus pada penghasilnya level satu ini berpotensi untuk mencapai titik burnout, dimana mental dan emosi kita sudah merasa terlalu lelah (sudah malas ngapa-ngapain).

Jika ini tujuannya, mungkin tidak masalah. Tapi jika ingin kerja lebih santai setelah audiens berhasil terbangun, anggap monetisasi di level ini hanya sebagai bonus saja.

Monetisasi Level 2

Monetisasi level kedua ini bisa dilakukan secara bersamaan dengan level kesatu sehingga penghasilan menjadi lebih besar.

Sambil melakukan monetisasi level satu, daripada harus mengelola banyak akun medsos, lebih baik menjual jasa kepada followers atau subscribers.

Dan menjual jasa sebagai freelancer adalah profesi yang dulu pernah saya lalui.

TANPA memiliki audiens yang besar, bahkan sangat kecil, saya bisa mendapatkan penghasilan yang jauh lebih besar.

Dari satu project saja, ada yang mau bayar sampai puluhan juta. Belum lagi dari agency web design yang saya dirikan bersama partner saya.

Saya pernah membeberkan tips serta strateginya di video ini:

Langkah Menuju 100 Juta Pertama Sebagai Freelancer

Namun akhirnya saya memilih untuk berhenti menjual jasa, dan memilih jadi YouTuber (padahal penghasilannya lebih kecil).

Alasannya …

  • Saya menjadi sangat sibuk seperti pegawai kantoran yang harus kerja lembur setiap hari.
  • Sering mendapatkan client yang “rese” yang membuat hidup terasa terbelenggu. Sudah berusaha melakukan yang terbaik tapi selalu salah. Mau menerima client lain tidak bisa karena masih harus beresin kerjaan yang ada.
  • Saking sibuknya, saya lupa menambah aset untuk bisa menghasilkan lebih banyak passive income. Padahal membangun aset itu penting untuk bekal masa pensiun.
  • Umur saya mulai menua, perlu lebih banyak istirahat, dan penghasilan dari usaha aplikasi saya cukup stabil — akhirnya saya memilih mengurangi penghasilan agar bisa punya waktu luang lebih.

Sekarang coba bayangkan seberapa banyak waktu yang harus dihabiskan kalau menjadi konten kreator sekaligus freelancer secara sendirian.

Gimana, udah kebayang?

Kalau tidak mau terus-terusan capek, solusinya ada dua:

  • Solusi 1 – Bangun tim yang isinya freelancer dan konten kreator (jangan lupa mimin). Tugas kita di sini hanya mengelola dan memasarkan saja. Di sini kita tidak membangun personal branding tapi company branding.
  • Solusi 2 – Bangun personal branding dan lakukan drop servicing (lempar kerjaan ke freelancer lain). Kita fokus kepada pembuatan konten, pemasaran, dan quality control — soalnya freelancer lain bisa saja kerjanya asal-asalan.

Monetisasi dengan model berbasis layanan adalah cara terbaik dalam menguasai skillset yang berharga. Dulu saya sambil belajar itu sambil menjual jasa. Tapi buat saya monetisasi level kedua ini cukup jadi batu loncatan saja.

Monetisasi Level 3

Level ketiga memungkinkan konten kreator mengambil kendali penuh atas pendapatannya, dan untuk mencapai level ini sebetulnya TIDAK PERLU menunggu lama.

Level ini memungkinkan penghasilan pasif dan kebebasan yang lebih besar.

Faktanya …

Influencer seperti Atta Halilintar, Fadil Jaidi, atau Arief Muhammad memiliki usaha di luar kegiatan mereka sebagai konten kreator.

Pasti udah sering dengar cerita orang terkenal yang buka usaha (biasanya bisnis kuliner, fashion, atau kecantikan).

Mereka tahu yang namanya mengandalkan monetisasi level-level sebelumnya itu sangat melelahkan dan fluktuatif. Sementara umur terus bertambah dan tenaga terus berkurang, jadi mereka menginvestasikan uangnya untuk membangun bisnis.

Bahkan banyak juga yang sering berinvestasi di suatu UMKM. Tujuannya untuk membantu usaha kecil, dan pastinya … menambah pundi-pundi.

Ibaratnya mencari sesuap nasi dan segenggam berlian!

Mencari sesuap nasi dan segenggam berlian

Tapi membangun usaha seperti di atas membutuhkan modal besar, dan risikonya juga tinggi. Kalau nunggu jadi kaya dulu dari AdSense bisa-bisa terlalu lama kesampaian.

Salah satu rute cepat yang bisa ditempuh adalah melakukan dropshipping dan jualan melalui Shopee atau TikTok shop.

Hanya saja terdapat satu masalah pada dropshipping — kita tidak sepenuhnya punya kontrol terhadap produk.

Opsi yang paling sederhana tapi powerful itu adalah produk digital.

Sayangnya banyak konten kreator yang justru malah menghindari jualan produk digital.

Padahal daripada mempromosikan produk orang lain, mempromosikan produk sendiri itu lebih menguntungkan. Dan selama produknya berkualitas serta bermanfaat, customer akan berterima kasih telah membeli produk tersebut.

Kenapa produk digital adalah monetisasi yang terbaik:

  1. Scalability: Produk digital bisa dijual secara global tanpa biaya produksi mahal karena sekali dibuat bisa di jual jutaan kali tanpa tambahan biaya produksi.
  2. Automated: Penanganan order, pembayaran, dan pengiriman produk digital bisa dilakukan secara otomatis sehingga kreator bisa menghasilkan uang di saat sedang tidur.
  3. Control: Kontrol penuh terhadap harga, marketing, dan distribusi.
  4. Kebebasan: Level ini memungkinkan jadwal kerja yang fleksibel dan kebebasan berkreasi.

Membuat produk digital tidak rumit, menjualnya pun sekarang sangat mudah.

Saat ini sudah ada platform yang memudahkan kita untuk jualan produk digital tanpa harus mengerti coding. Beberapa di antaranya adalah Lynk.id, Mayar.id, dan Tribelio.com.

Promosi sedikit: kalau di masa depan mau jualan ke luar negeri, pakai platform saya aja yang sekarang lagi dibuat — namanya CartMango 😄

Beberapa produk digital yang mudah dibuat:

  • Komunitas Privat – Bisa 100% berbayar dengan model langganan per bulan, atau berbentuk Freemium (gratis dan berbayar). Bisa cepat dibuat dengan Telegram atau Discord.
  • Online Course – Konten edukasi yang bermanfaat. Tidak ada batasan seberapa banyak yang bisa kita buat, dan bisa dijual secara terpisah.
  • Digital Download – Paling mudah dan cepat dibuat seperti ebook, video, audio, templates, editing presets, dll.

Monetisasi level 3 ini tentunya bisa dikombinasi dengan level lainnya, tapi lebih baik dikombinasi dengan level satu saja kalau ingin lebih memiliki kebebasan.

Cara Saya Raih 100 Juta Pertama Dengan Sedikit Audiens

Pada waktu itu saya masih sambil freelancing dan membuka agency pembuatan landing page bersama partner saya.

Kami bukan influencer dan pada saat itu tidak punya audiens sama sekali di social media. Tapi kami berhasil menjual produk digital dengan omset ratusan juta hanya dalam sebulan.

Audiens yang kami miliki adalah anggota mailing list dengan jumlah kurang dari 5000.

Bagaimana kami bisa meraih omset ratusan juga dengan audiens kecil?

1) Produk Tepat Sasaran

Kami memilih target audiens yang spesifik dengan pangsa pasar yang tidak terlalu kecil, yaitu individu pemilik bisnis online kecil dan affiliate marketer.

Kebutuhan mereka adalah membuat landing pages untuk keperluan promosi produk.

Pain points mereka:

  • Tidak selalu bisa bayar mahal designer karena yang bagus harganya tidak murah
  • Designer tidak mampu menangani banyak klien sekaligus sehingga mereka harus menunggu lama
  • Kesulitan dalam membuat landing page karena bukan coder atau designer
  • Pada saat itu belum ada landing page builder yang mudah digunakan seperti sekarang

Jadi kami memutuskan untuk menjual tema WordPress dan landing page templates yang bisa mengatasi pain points dari target audiens.

Intinya di sini bukan soal ikut-ikutan membuat produk yang sama dengan banyak usaha lain hanya karena sedang digandrungi. Tapi memilih target audiens spesifik dan membuat produk yang bisa mengatasi pain points mereka dengan cara berbeda dari kebanyakan kompetitor.

2) Membangun Antisipasi

Sebelum launching, kami melakukan announcement kepada anggota mailing list dengan menampilkan preview atau keunggulan produk tersebut. Teasernya disuguhkan melalui video di sebuah halaman web sederhana.

Selain untuk membangun awareness, kami ingin tahu antusiasme mereka seperti apa.

Announcement ini dilakukan lebih dari sekali untuk memaksimalkan awareness tentang produk kami yang akan segera launching. Lalu di hari launching, kami buat announcement lagi bahwa produk sudah siap dipesan.

Dalam upaya menghasilkan penjualan, kami menjalankan strategi promosi kuno — diskon 30% selama masa launching.

Enaknya menjual produk digital itu … kita tidak merasa rugi walaupun memberikan diskon yang cukup besar.

Strategi ini lumayan membuahkan hasil walaupun tidak besar, tapi titik cahaya terang mulai terlihat.

3) Memanfaatkan Audiens Milik Orang Lain

Supaya jualan produk bisa laris, selain harus memberikan solusi, jangkauannya juga harus luas.

Bisnis kelas berat seperti Indomaret, Alfamart, atau McDonalds memperluas jangkauan dengan sistem franchise untuk mempercepat pembangunan cabang.

Tapi sebagai pengusaha internet kelas teri, kami tidak perlu buka cabang. Hanya dengan membuat satu toko digital kecil, produk yang kami jual bisa di beli oleh orang di seluruh penjuru dunia.

Namun karena audiens kami masih sangat kecil, pengunjung yang datang ke toko kami tidak banyak.

Untuk mengatasi masalah ini, kami menjalankan dua strategi:

Strategi pertama, pasang iklan murah.

Budget promosi kami masih sangat terbatas jadi tidak pasang iklan di website besar atau Google, melainkan di sebuah komunitas online.

Komunitas tersebut adalah tempat di mana target audiens kami berkumpul, dan mereka sangat aktif di situ.

Faktor penting pertama dalam memasang iklan itu adalah memasang di tempat tepat. Targeting yang tidak sesuai, atau di tempat yang salah, hanya membuang-buang uang dan waktu.

Di jaman sekarang kita bisa pasang iklan di medsos atau melakukan influencer marketing dengan biaya tidak terlalu mahal.

Budget pasang iklan di medsos bisa kita kontrol dan batasi. Kalau tidak bisa bayar influencer besar, lebih baik pilih micro influencer yang memiliki target audiens sama, kontennya bagus & rajin posting, dan audiens-nya cukup engage.

Faktor penting kedua adalah ad copy yang menarik.

Untuk bisa membuat ad copy menarik, kita harus paham copywriting (minimal dasarnya).

Strategi kedua, menyelenggarakan affiliate program.

Ini sebabnya kenapa banyak toko di TikTok shop bisa laris manis.

Dengan menawarkan komisi kepada orang lain, promosi jadi lebih gencar tanpa harus mengeluarkan banyak modal.

Para affiliate akan melakukan promosi, dan kita hanya membayar jika terjadi penjualan. Inilah salah satu kunci yang membuat saya berhasil meraih 100 juta pertama hanya dalam waktu satu bulan semenjak launching.

Menyelenggarakan affiliate program sudah tidak sesulit dulu. Di platform seperti TikTok, Shopee, atau Mayar sudah ada built-in fitur untuk membuat affiliate program.

Yang perlu diketahui …

Banyak affiliate nakal yang melakukan promosi dengan cara spamming. Jadi sebaiknya lakukan pernyaringan terlebih dahulu — hanya terima affiliate yang sudah memiliki setidaknya sedikit audiens, dan konten yang bagus.

Jumlah affiliate mungkin tidak banyak TAPI berkualitas, dan branding produk kita tidak tercoreng.

Langkah-langkah singkatnya:

  1. Bangun dulu sedikit audiens yang tertarget, entah itu di medsos atau email newsletter
  2. Buat produk sesuai kebutuhan target audiens yang bisa mengatasi pain points mereka
  3. Manfaatkan platform seperti Lynk atau Mayar jika belum bisa membuat website
  4. Bangun antisipasi dan promosikan produk kepada audiens yang sudah ada
  5. Pasang iklan murah dengan targeting yang sesuai di tempat yang tepat
  6. Tawarkan komisi kepada orang lain yang memiliki target audiens sama dengan menyelenggarakan affiliate program

Sebetulnya ada satu lagi komponen penting, yaitu customer support.

Dalam waktu dekat, saya akan bahas lebih detail lagi soal menarik perhatian audiens, dan juga cara membangun bisnis online dengan modal minim TANPA harus memiliki pegawai.

Jangan sampai ketinggalan edisi-edisi newsletter selanjutnya yang saya kirim tiap hari Sabtu pagi.

Belum Jadi Pelanggan Newsletter?

Bergabung dengan 3000+ anggota untuk belajar cara berkembang pesat di social media, dan membangun bisnis online menguntungkan dengan modal minim — 100% Gratis!

Kami tidak akan pernah mengirimi Anda Spam

Bagikan Kepada Teman:
Scroll to Top