Belum Jadi Pelanggan Newsletter?
Bergabung dengan 3000+ anggota untuk belajar cara berkembang pesat di social media, dan membangun bisnis online menguntungkan dengan modal minim — 100% Gratis!
Kami tidak akan pernah mengirimi Anda Spam
INI Sebabnya Kontenmu Dibenci Algoritma Social Media
Belajar TikTok Affiliate Bareng Ahlinya
Ikuti grup untuk belajar jadi TikTok Affiliate dari nol sampai bisa pecah telur dan rutin dapat komisi.
Langsung dibimbing secara langkah-demi-langkah oleh TikToker yang telah memiliki 961.200 followers dan berhasil meraup komisi puluhan juta.
Kenapa setiap posting konten baru hasilnya selalu nihil?
Bukan sekali dua kali merasa kecewa, tapi sering banget. Padahal kalau melihat konten kreator lain sepertinya mudah untuk jadi viral. Kontennya biasa saja, bahkan ada yang kurang mendidik.
Apakah algoritma social media memusuhi konten-konten saya?

Pertanyaan tersebut mungkin pernah terlintas di benak setiap konten kreator. Saya sendiri pernah berpikir seperti itu, dan saya yakin influencer besar pun pernah mengalami momen-momen buruk tersebut.
Bagaimanapun juga, semua orang memulai sebagai pemula.
Perbedaannya …
- ada yang memilih menyerah,
- ada yang tidak menyadari kesalahan,
- ada yang akhirnya memahami permainan social media.
Algoritma memang membatasi jangkauan konten kita, tapi bukan tanpa alasan.
Jika kita tahu alasan-alasan tersebut, maka kita akan bisa memperbaiki hubungan kita dengan algoritma social media.
Bagaimana Algoritma Social Media Bekerja?
Algoritma pada dasarnya adalah programming code yang bertugas melakukan operasi pada perangkat lunak (software).
Fungsi algoritma social media … adalah merekomendasikan konten yang membuat para pengguna betah berlama-lama di platform. Jadi bukan mendatangkan viewer untuk suatu konten.
Algoritma social media bekerja seperti promosi mulut ke mulut, namun otomatis.
Satu orang menyukai sebuah video, lalu ia memberitahukan kepada 3 orang temannya. Satu orang tidak menyukai, namun 2 orang lagi menyukai. Dua orang tersebut lalu memberitahukan lagi kepada 3 orang temannya. Dan seterusnya … seterusnya … seterusnya.
Sampai di suatu titik di mana kelompok orang tersebut kehabisan teman yang menyukai videonya.
Saya tidak mengarang apa yang saya katakan di atas, tapi langsung datang dari orang dalam YouTube:
Nah, proses dari mulut ke mulut itulah yang diotomatiskan:
- algoritma merekomendasikan konten kepada segelintir audiens yang sekiranya bakal menyukai konten tersebut,
- algoritma akan menilai respons dan interaksi yang diberikan masing-masing audiens,
- algoritma akan memutuskan apakah akan merekomendasikan lagi kepada audiens lain atau tidak.
Semakin banyak audiens yang suka, maka prosesnya akan bergulir lebih cepat seperti efek bola salju.
Bagaimana dengan platform lain seperti TikTok atau Instagram?
Semua platform social media yang ada memiliki tujuan yang sama. Semakin banyak pengguna yang betah menikmati konten, maka semakin banyak pengiklan yang datang. Ini berarti semakin banyak uang yang bisa diraih oleh platform social media.
Ujung-ujungnya duit!
Perbedaaan algoritma di setiap platform adalah kriteria penilaian, caranya melakukan perhitungan, dan mendistribusikan kontennya. Sama seperti matematika, nilai 10 bisa didapat dengan perhitungan 5 + 5, 8 + 2, 5 x 2, 4 x 2 + 2, 3 x 3 + 1, dll.
Saya tidak akan berbicara detail soal teknis pemrograman algoritma, namun saat konten mendapatkan view yang sangat rendah, terdapat 3 faktor utama yang mengakibatkan hal tersebut.
Faktor 1 – Jangkauan Konten Terlalu Kecil
Social media adalah sebuah pasar besar yang terdiri dari berbagai sub-pasar yang sangat dinamis.
Jika kita mengobservasi pasar besar yang dipenuhi dengan berbagai macam pedagang, kita akan bisa melihat ada pedangang yang laku, ada yang sedang-sedang saja, dan ada yang kurang laku. Dan jika kita perhatikan lagi, ada jenis dagangan yang cepat habis, tapi ada yang butuh waktu lama untuk bisa habis.

Social media itu seperti pasar, tapi ukurannya jauh lebih besar
Setiap konten di social media memiliki ukuran pasar atau audiens yang berbeda.
Untuk suatu topik, misalnya gaming, di dalamnya terdapat lagi banyak sub-topik. Bisa terbagi berdasarkan jenis game, nama game, umur game, dll. Masing-masing sub-topik tidak akan memiliki ukuran audiens yang sama.
Ukuran audiens dari setiap topik itu pun terus berubah secara dinamis.
Jadi setiap menemukan ide konten baru, tanyakan dulu ini: seberapa besar audiens saat ini yang bisa dijangkau oleh ide konten tersebut?
Kita tidak akan mengetahui angka pastinya, tapi untuk mendapatkan gambaran, lakukan pencarian untuk topik yang akan kita buat di social media. Perhatikan juga tanggal upload dari setiap konten yang ditemukan supaya tidak terkecoh.
Ukuran pasar yang cenderung akurat bisa dilihat dari view konten-konten milik akun dengan followers kecil dan sedang.
Konten yang datang dari influencer besar mungkin saja memiliki view tinggi karena orangnya sudah terkenal. Para penggemar influencer besar itu sering bias. Belum tentu mereka tertarik karena topiknya, tapi karena orangnya.
Segmentasi Audiens Memperkecil Jangkauan
Perhatikan 2 judul konten berikut:
- Cara budidaya ikan lele di kolam terpal untuk pemula
- Cara budidaya ikan lele untuk pemula
Dua judul di atas cukup tersegmentasi, namun judul pertama segmentasinya lebih banyak, dan hanya menarik bagi pemula yang ingin berbudidaya ikan lele di kolam terpal.
Semakin tersegmentasi, maka jangkauan suatu konten akan semakin mengecil.
Hal ini adalah salah satu alasan kenapa konten di YouTube bisa mendapat rasio-klik tayang tinggi (CTR), tapi view tidak terlalu ramai. Saat direkomendasikan banyak yang tertarik nonton, namun rekomendasi sulit ditambah lagi karena ukuran target audiens terlalu kecil.
Tapi jika judulnya seperti ini:
“Pria INI Raih Omset 500 Juta/Bulan Dengan Ternak Lele”
Yang tertarik tidak hanya pemula yang ingin belajar budidaya ikan lele, tapi juga yang sudah pengalaman. Orang yang sedang mencari peluang bisnis pun bisa saja tertarik. Bahkan orang yang sekedar tahu budidaya ikan lele, bisa ikut kepo.
Seberapa besar ukuran audiens yang harus ditarget, tergantung dengan tujuan kita.
Contohnya …
Jika tujuan kita adalah menjual produk untuk pemula yang ingin belajar budidaya ikan lele, maka kita tidak perlu membuat konten yang mentarget audiens dari kelompok lain. Sebabnya, audiens dari kelompok lain tersebut, kemungkinan besar tidak akan membeli produknya.
Lain halnya jika ingin mendapatkan pemasukan besar dari iklan seperti AdSense.
Faktor 2 – Konten Tidak Mampu Menangkap Perhatian
Membuat konten untuk target audiens yang lebar, bukan berarti akan mendapatkan banyak view.
Dunia social media tidak sesederhana itu. Banyak konten yang ditujukan untuk audiens lebar tapi tidak memiliki view tinggi. Bahkan berakhir tanpa ditonton siapa-siapa.
Sebabnya, persaingan di social media tidak mengenal belas kasihan.
Setiap detik, ribuan konten baru diposting, dan konten kita hanya salah satu dari ribuan konten tersebut. Setiap konten saling merebutkan perhatian audiens. Dengan semakin banyaknya konten yang bertebaran, semakin sulit untuk menarik perhatian audiens.
Jika suatu kelompok audiens itu adalah kue, maka tiap konten akan mendapat potongan kue dengan ukuran yang berbeda. Tentu ada juga yang tidak kebagian.
Menarik Perhatian di Social Media Adalah Zero-Sum Game
Zero-sum game adalah konsep matematika dan ekonomi, di mana kemenangan satu pihak adalah kekalahan bagi pihak-pihak lainnya. Dalam urusan konten, jika satu konten mendapat perhatian dari seorang audiens, maka konten lainnya tidak akan mendapatkan perhatian dari audiens tersebut.
Perhatian manusia itu adalah sumber daya yang terbatas!
Saat seorang penyuka mukbang diberikan pilihan beberapa konten mukbang oleh algoritma, ia hanya bisa memilih salah satu yang paling menarik bagi dirinya. Dan algoritma akan mencatat hal tersebut.
Konten yang jarang mendapatkan perhatian, maka akan jarang direkomendasikan.
“Tapi kan audiens bisa menonton video saya setelah itu!”
Ya bisa saja jika mereka akhirnya tertarik, tapi masalahnya …
Setelah audiens nonton video lain, belum tentu konten kita bakal muncul lagi di hadapan mereka. Algoritma bisa merekomendasikan konten-konten yang berbeda dalam seketika. Skenario lain: mood audiens tersebut bisa berubah atau ada urusan lain yang penting.
Seperti saya bilang sebelumnya, persaingan di social media tidak mengenal belas kasihan.
Dengan banyaknya konten baru yang datang tiada henti, maka sangat mudah bagi audiens untuk melupakan kita. Dan pada kenyataannya, kita tidak bisa menarik perhatian semua orang, tapi kita bisa berupaya agar kebagian potongan kue perhatian dari audiens.
5 Faktor Yang Mempengaruhi Perhatian Audiens
- Supply & Demand. Audiens tidak akan mau makan sesuatu yang sudah membuat mereka kenyang. Coba riset topik atau angle baru yang persediaannya belum banyak, tapi memiliki cukup banyak permintaan.
- Cognitive Bias. Manusia cenderung memilih konten yang relate dengan dirinya, sesuai dengan apa yang ia yakini, atau memiliki unsur kebaruan. Banyak jenis bias yang bisa mempengaruhi keputusan manusia, silahkan tanya ChatGPT untuk info lanjut soal cognitive bias.
- Mood & Emosi. Konten yang bisa memicu salah satu jenis emosi manusia biasanya akan lebih dipilih oleh audiens. Yang bekerja dengan baik di social media adalah kesenangan, keterkejutan, ketakutan, kesedihan, dan kemarahan.
- Branding. Reputasi sang pembuat konten bisa ikut mempengaruhi keputusan audiens dalam memilih konten. Faktor ini bisa kita manfaatkan dengan membahas orang atau merek yang sedang populer, tapi juga relate dengan target audiens kita.
- Social Proof. Orang bisa saja memilih konten yang sedang viral, masuk trending, atau sering di share teman-temannya. Padahal, orang tersebut belum tentu suka dengan topiknya.
Untuk yang baru memulai, manfaatkan faktor 1-3 dengan berupaya untuk mengenali minat, kebutuhan, dan perilaku target audiens.
Faktor 3 – Konten Tidak Memuaskan Audiens
Kemampuan dalam menangkap perhatian adalah keharusan, namun tidak cukup jika ingin sukses.
Sama seperti saat kita berkenalan dengan orang yang menarik perhatian kita. Penampilannya atraktif, tapi belum tentu berperilaku baik. Begitu kita tahu orang tersebut berperilaku buruk, penilaian kita akan berubah.
Video dengan judul, thumbnail, atau hook yang menarik perhatian, jika isinya tidak bagus, maka audiens tidak akan menyukainya.
Algoritma social media pun ikut akan mencatat penilaian yang diberikan oleh setiap audiens.
Metrik seperti retensi penonton, jam tayang, like, comment, dan share adalah beberapa metrik yang dinilai oleh algoritma. Tentu ada metrik lainnya yang dinilai, tapi tidak kita ketahui. Fokus saja dengan yang kita ketahui, karena kita tidak bisa mengukur apa tidak kita ketahui.
Dan yang terpenting … selalu tepati janji.
Jangan hanya melihat view sebagai angka karena dibalik angka tersebut ada sosok yang menilai.
Algoritma akan merekomendasikan konten baru kita kepada sebagian audiens yang puas dengan konten kita sebelumnya. Ini sebabnya kita harus berusaha untuk menjalin hubungan baik dengan audiens.
Tujuannya agar mereka mau terus kembali untuk nonton, sebagaimana saya jelaskan pada pembahasan tentang creator funnel.
Kuasai Ilmu Dalam Memperoleh Jam Tayang
Jam tayang atau watch time adalah metrik penting yang sangat mempengaruhi rekomendasi algoritma social media.
Namun jam tayang tidak hanya dipengaruhi oleh retensi atau rata-rata durasi tonton.
Ukuran audiens yang bisa dijangkau, dan kemampuan konten dalam menarik perhatian, ikut mempengaruhi perolehan jam tayang. Konten dengan retensi tinggi menjadi kurang efektif jika jumlah audiens yang tertarik sangat sedikit.
Semakin banyak audiens yang memilih untuk nonton, maka konten berpotensi untuk memperoleh jam tayang tinggi, apalagi jika retensinya juga tinggi.
Penggunaan hook, struktur konten, dan storytelling sangat membantu memaksimalkan retensi. Tentu ada beberapa taktik lainnya, di mana saya pernah bahas lebih detail saat menjelaskan dasar copywriting.
Retensi dan rata-rata durasi tonton tidak harus sempurna, namun harus diupayakan agar konten tidak dinilai sebagai clickbait menyesatkan oleh algoritma.
2 faktor lain yang mempengaruhi perolehan jam tayang:
- Replayability. Konten yang memuaskan memiliki potensi untuk ditonton lebih dari satu kali oleh seorang audiens. Selain itu, jam tayang bisa meningkat jika ada momen penting atau menakjubkan yang diulang-ulang oleh penonton.
- Shareability. Konten yang memuaskan dan relate dengan audiens memiliki potensi untuk sering di share. Jika yang melihat tertarik juga untuk menonton, tentu jam tayang akan ikut bertambah.
Konten yang fresh dan bisa membuat penonton terinspirasi atau memicu emosi mereka, memiliki potensi untuk sering di share.
Kesimpulan
Saat baru memulai semuanya akan berjalan sangat lambat.
Hal tersebut terjadi juga pada influencer sukses saat mereka masih pemula. Mereka tidak menyerah, tapi terus tekun berusaha dan bersabar. Mereka memahami bahwa untuk sukses itu butuh waktu dan proses.
Algoritma social media itu adalah program komputer yang kompleks dan sering berubah-ubah.
Sebagai konten kreator, kita tidak perlu repot mendalami cara kerja algoritma. Walaupun sering terjadi update dan perubahan, tujuan utama algoritma tetap sama. Jadi kita cukup tahu dasarnya saja.
Sebaiknya, fokus meningkatkan 3 kemampuan ini:
- Kemampuan dalam membaca ukuran pasar dan audiens
- Kemampuan dalam menarik perhatian audiens
- Kemampuan dalam memuaskan audiens
Jadi jangan pikirkan algoritma, tapi pikirkan audiens.
Belum Jadi Pelanggan Newsletter?
Bergabung dengan 3000+ anggota untuk belajar cara berkembang pesat di social media, dan membangun bisnis online menguntungkan dengan modal minim — 100% Gratis!
Kami tidak akan pernah mengirimi Anda Spam